MAKALAH SASTRA SUNGAI : TIBER: JANTUNG KOTA ABADI OLEH CHANTAL TROPEA (Universitas Naples L’Orientale) Terjemahan Bahasa Indonesianya

TIBER: JANTUNG KOTA ABADI

CHANTAL TROPEA
B.  Bahasa dan Sastra
Universitas Naples L’Orientale
Bahasa dan Budaya Timur


Abstrak

Tulisan ini membahas tentang konteks budaya sungai Tiber bangsa Romawi sebagai bentuk penghargaan terhadap mitologi, cerita, etnologi, dan sastra. Zaman dulu, ketika mereka membatasi dan menetapkan, seringkali sungai-sungai membentuk batasan-batasan baik secara simbolis maupun geografis. Sejak awal puisi menggunakan gambaran alam untuk mengungkapkan kebutuhan komunikasi dan simbolisnya, dan mungkin tidak ada unsur lain yang cacat dan dapat diadaptasi untuk mencapai tujuan tersebut, seperti misalnya air, secara instrinsik kekurangan bentuk yang nyata.
Sungai dipilih sebagai sebuah rasa kepercaya dirian penyair, sama seperti sungai yang mampu menjaga rahasia peristiwa-peristiwa yang menjadi saksi mata. Ciri-ciri utama sungai adalah pergerakannya dan keberlangsungannya menghubungkannya dengan cerita sastra dan konstruksi teks-teks sastra.
Roma disebut sebagai Kota Abadi karena takdir  dunia terlihat berhubungan dengan takdir kota dan tesis  itu diperkuat oleh sejarah dan berbagai peristiwa. Roma juga dikenal sebagai Caput Mundi karena sejak dulu kota ini menjadi ibukota “Dunia Mediterania”. Kota abadi dapat diketahui dari sungai yang telah melahirkannya: sungai Tiber, situs perang, pencapaian teknik mesin, jalan utama perdagangan Mediterania. Sumber utama puisi dari mitologi hingga sastra modern adalah mengeratkan hubungan dua kenyataan ini untuk menjelaskan kepada kita tentang mitos, puisi, pandangan imajinasi terhadap akhirat, mengungkapkan perasaan yang berbeda, dan sudut pandang seta selalu menunjukkan hubungan yang bertahan lama antara Roma Cuput Mundi dan Sungai Tiber.
Kata kunci: sungai, Tiber, Kota Abadi dan Cuput Mundi.


PENDAHULUAN

“Demi hidup dan mati itu satu, bahkan seperti sungai dan laut itu”
(Khalil Gibran)
Jika sungai merupakan tempat dimana segala hal mengalir, mengubah dan memperbarui dirinya sendiri ke dalam wujud yang tak terhenti, sangatlah mudah dipahami bahwa di setiap zaman, para penyair menjelaskan kembali dalam nilai-nilai yang dinamik dan kontrastif. Hal itu selalu berhubungan dengan antitesis rasa ingin lari secepatnya dan regenerasi yang pada setiap tingkatannya (dari sejarah hingga eksistensial, dari lahiriah hingga filisofi perubahannya akan menjadi sumber inspirasi.
Sebuah tanda awal kesuburan dan kebanggaan juga sebuah retakan jalur geologis pembatasan dan penggabungan alam dan sejarah, lingkungan dan peradaban, kehidupan yang menyatu dengan lingkaran hidup dan kematian, sebuah simbol gambaran ketidak sadaran. Namun, di saat yang sama sebuah gambaran mistis terhadap keseluruhan lingkaran dominasi kesejarahan di dunia. Jadi, sungai menawarkan tidak hanya latar belakang atau ilusi yang gamblang, tetapi juga tindakan sebagai penengah antara puisi dan penyair. Ini menghubungkan masa lalu dan masa sekarang, dan aliran sungai dapat membantu atau menjadi bagian dari cerita. Sama halnya daftar nama-nama sungai dan perjalanan sungai kemungkinan membentuk bagian dari struktur cerita. Puisi dari zaman kuno hingga sekarang banyak berhutang budi pada sungai di mana air mereka mampu meramalkan udara dan bumi dalam tulisannya.
Sungai memiliki nilai simbolis yang penting dengan akar budaya yang kuat berdasarkan pentingnya sungai sebagai sebuah kebutuhan hidup (Prudence, J.2005). Semua peradaban bergantung pada ketersediaan air dan tentu saja sungai-sungai merupakan sumber yang baik dalam kehidupan. Sungai-sungai juga menyediakan masyarakat zaman dulu akses perdagangan bukan hanya barang, tetapi juga ide-ide termasuk bahasa, tulisan dan teknologi. Sungai irigasi dapat digunakan masyarakat untuk tujuan tertentu dan mengembangkannya, bahkan di area yang kekurangan ketersediaan air hujan. Untuk budaya-budaya tertentu hal itu bergantung pada budaya mereka sendiri, sungai merupakan jantung kehidupan. Di “awal zaman perunggu di Levant Selatan,” di Near Eastern Archeology, Suzanne Richard (2003) menyebutkan bahwa peradaban kuno didasarkan pada, utamanya, kehidupan sungai dan kedua non sungai, (misal Palestina). Anda akan melihat masyarakatnya terhubung dengan sungai-sungai terkenal seperti Tigris, Efrat, Nil, Sungai Kuning, dan Tiber yang menjadi inti peradaban kuno (Richard, 2003:87).
Sungai-sungai memiliki sebuah tujuan mistis yang secara terus menerus berubah meskipun mereka terlihat sama saja. Sungai-sungai juga tak bisa diprediksi, dan kemudian muncul berbagai cerita mitologi sungai yang berubah bentuk, dan beberapa masalah dimana air menjadi agen perubahan. Diceritakan bahwa Tiber merupakan sungai istimewa yang tetap menjaga kebenaran dan mitologi dalam sejarah Kota Roma. Keterwakilan kekayaan dan semantiknya memunculkan kekuatan ganda. Ini merupakan titik awal kekaisaran kuno yang terbesar dan berpengaruh, secara berangsur-angsur dibanjiri oleh perluasan dan pertumbuhan kota itu sendiri di luar perubahan klasik pada abad itu dimana peristiwa-peristiwa yang lain mengalami kemunduran dan perbaikan, terbengkalai dan pembangunan ulang terhadap perjalanan selama berabad-abad karena konflik dan ketidakpastian. Sungai merupakan cerminan kota yang sensitif dan setia, sungai memberi kehidupan. Mengabadikan sungai dalam bentuk tulisan bukan berarti sebuah pengakuan tetap tetapi secara langsung mengganti sejarah. Pada kenyataannya sungai itu sendiri menciptakan sejarah.

PEMBAHASAN

Pandangan idiologis yang muncul dalam pikiran hanya menyebutkan nama Kota Roma dan mengambil maknanya. Jika kita perhatian air Sungai Tiber gelisah dan mengalir di bawah jembatan-jembatan kota terus menerus. Semua hal penting dalam sejarah dipersyaratkan terhadap lokasi-lokasi yang berkaitan dengan kemenangan Roma, Kota Aeterna, kelompok menengah, menemukan sungai sendiri yang menjadi jantung kota itu, alasan umum keberadaannya, konsisten terhadap berbagai aktifitas manusia dalam keseharian: yang berhubungan dengan kebertahanan hidup, penggunaan, dan perawatan. Sungai merupakan hubungan yang tak dapat dilepaskan untuk kemanfaatan dan kehidupan manusia. Lebih baik mengungkapkan daripada yang lain “meneruskan” hal-hal dan nilai-nilai dalam hubungan langsung dan interaktif antara manusia dan lingkungan hidup itu sendiri.
“Para dewa dan manusia memilih tempat ini untuk dijadikan kota bukan tanpa alasan: pondok-pondok yang terawat, sungai yang nyaman untuk mengirim barang dan menerima bahan makanan dari laut, sebuah tempat dekat laut sehingga dapat mengambil manfaat dan kesempatan tetapi bukan untuk membuka yang menimbulkan kerusakan armada-armada asing karena terlalu dekat dengan pusat Italia, sangat sesuai untuk peningkatan kota, jumlah yang sama yang akhirnya menjadi bukti”.
(Cicerone, 54 A.D.)
Cicerone, dalam tulisannya De Republica1 mengungkapkan bahwa masyarakat zaman dahulu telah waspada bahwa alasan pemilihan suatu tempat didasari oleh alasan ekonomi. Keberadaan Sungai Tiber terhadap lahirnya sebuah kota. Servius, komentator Roma yang hidup antara abad keempat dan kelima Masehi menunjukkan bahwa nama Sungai Tiber pada zaman kuno berasal dari kata Rumon atau Rumen  (dari ruo, atau “gulungan”), kemudian dijadikan nama kota itu, sehingga Roma berarti “Kota Sungai” (Pallottino, 1993: 61-68).
Sungai Tiber (dalam bahasa Italia Fiume Tevere) merupakan sungai bersejarah Eropa dan terpanjang di Italia setelah sungai Po, yang terlihat di lereng Gunung Fumaiolo, puncak utama Appennino Tosco-Emiliano. Sungai ini panjangnya 252 mil (405km), secara umum mengalir ke selatan melewati rangkaian jurang yang indah dan lembah-lembah yang luas. Sungai Tiber mengalir melewati kota Roma dan masuk Laut Tyrrhenian Mediterania dekat Ostia Antica.
Sebuah pusaran air yang menggelora dan besar disebabkan oleh Pulau Tiber mempengaruhi infestasi wilayah-wilayah sekitarnya yang menandai mulai berdirinya ibukota dunia. Tiber merupakan Roma kuno yang berbatasan dengan Etruscan masyarakat Latin. Tiber merupakan awal mula dongeng sejak awal asal muasalnya sebagi titik lintas yang strategis.
Menurut legenda kota Roma didirikan pada tahun 753 sebelum masehi di tepi sungai Tiber sekitar 25 km (16 mil) dari laut di Ostia. Pulau Tiberina di pusat Roma, antara Trastevere dan pusat kuno, merupakan sebuah situs arungan kuno penting yang kemudian di temukan. Dalam mitologi Roma, Romulus dan Remus adalah saudara kembar berjenis kelamin laki-laki. Peristiwa yang menyebabkan ditemukannya Kota Roma dan Kerajaan Roma oleh Romulus. Pembunuhan Remus yang dilakukan oleh saudaranya, kisah lain dari cerita mereka, telah mengilhami para seniman dari berbagai masa. Sejak zaman kuno, gambaran saudara kembar telah disusui oleh serigala betina dan menjadi sebuah simbol kota Roma dan bangsa Roma. Meskipun dongeng itu ada sebelum munculnya kota Roma sekitar 750 sebelum masehi, cerita awal yang terkenal dari mitos tersebut ada sebelum akhir abad ke tiga sebelum masehi. Kemungkinan dasar sejarah cerita tersebut sama halnya dengan mitos Si Kembar yang merupakan bagian mitos Roma asli atau  yang pada akhirnya menjadi bahan yang diperdebatkan.
Romulus dan Remus lahir di Alba Longa, salah satu kota-kota Latin kuno dekat situs masa depan Roma. Ibu mereka, Rhea Silvia, adalah seorang perawan dalam mitologi Roma dan putri dari mantan raja , Numitor, yang telah digantikan oleh saudara laki-lakinya Amulius. Dalam beberapa sumber, Rhea Silvia mengandung mereka ketika ayah mereka, Dewa Mars, mengunjunginya di sebuah hutan kecil yang keramat yang dipersembahkan untuknya. Dari silsilah ibu mereka, Si Kembar merupakan keturunan dari bangsawan Yunani dan Latin.
Melihat Si Kembar sebagai penghalang kekuasaannya, Raja Amulius memerintahkan untuk membunuh mereka dan mereka ditinggalkan di tepi sungai Tiber supaya meninggal. Mereka diselamatkan oleh Dewa Tiberinus, ayah sungai dan dapat bertahan hidup karena dirawat oleh orang lain. Situs tersebut pada akhirnya menjadi Roma. Menurut sumber-sumber lain, para pendiri Roma, mereka ditinggalkan di air sungai Tiber dimana mereka diselamatkan oleh serigala betina, Lupa (Richard, J. 2000:630).
Sungai Tibet melambangkan pandangan Virgil terhadap dongengnya. Dalam epos Virgil Aeneid2, salah satu buku-buku pendirian budaya barat, Tiber dikatakan telah mengambil kembali kekunoannya, “benar” nama “Albula”, meskipun dengan begitu berarti membayangkan kelanjutan sebuah kenyataan perang dan perang antar sesama untuk Roma.
Ada salah satu sebutan terhormat Tiber di Georgics3, sebagai penjaga lebah Aristaeus menyelam ke dasar air kerajaan ibunya Cyrene.
“...omnia sub magna labentia flumina terra spectabat diversa locis, Phasimque Lycumque, et caput unde altus primum se erumpit Enipeus, unde pater Tiberinus et unde Aniena fluenta…”
(G. IV, 366-369)

Beberapa baris kutipan ini merupakan bentuk bagian penjelasan yang lebih besar, baik pentingnya sungai maupun cerita bidadari. Tiberinus digambarkan sebagai pater karena hubungannya dengan Roma. Bagian cerita ini dalam pengertian melayani untuk menyeimbangkan referensi permohonan kepada air dari georgic pertama. Kedua kiasan tersebut ditujukan bagi Tiber dan dewanya yang diperlihatkan dalam lakon dramatis yang diperankan oleh sungai dalam penobatan pencapaian puisi Virgil, asal mula dan identitas eposnya.
Sebutan epinimus dewa didengungkan pada pembukaan bagian tengah kedua dari cerita kepahlawanan, ketika para Trojan tiba di dekat muara sungai yang diceritakan, di bagian cerita yang banyak memperlihatkan tradisi-tradisi sejarah dan sastra terdahulu tantang  pendaratan Trojan di Hesperia4:
“…atque hic Aeneas ingentem ex aequore lucum
prospicit. hunc inter fluvio Tiberinus amoeno
verticibus rapidis et multa flavus harena
in mare prorumpit…”. (A. VII, 29-32).

Ada sebuah hutan kecil dan tepi sungai, sebuah tempat yang tenang dan tenteram. Sungai itu sendiri juga memendam sebuah kekuatan dan kehidupan yang sangat sesuai untuk ibukota abadi dunia sebagaimana adanya (Mynors,1969).  Penting untuk diingat bahwa dalam puisi-puisi Virgil sebagian mencoba untuk menimbulkan sebuah adegan yang berkaitan dengan pendeta dan menyampaikan pandangan penduduk desa tentang peranan sungai-sungai dan mata air dalam lingkaran akivitas pedesaan.
Dalam buku VIII kisah kepahlawanan Aeneid, ada sebuah jarak, hal keduniawian, dan perjalanan kesusastraan dimana sungai merupakan sebuah lencana sempurna menuju ke arah kemajuan.Tiber merupakan  titik pemberangkatan perjalanan Aenas di Italia dan juga menyediakan sebuah latihan menulis dan bercerita. Namun, untuk menghargai ramalan terkenal Tiberinus tentang takdir pencapaian Aenas tidak ada perbedaan antara ramalan dan penyelesaiannya.
Tiberinus berjanji untuk memandu kapal agar dapat mendayung dan melewati arus tetapi pada akhirnya arus tersebut bergerak sendiri. Tiberinus berjanji bahwa Trojan akan mampu mendayung ke hulu (sebuah keistimewaan arus perjalanan Tiber) dan agar lebih mudah harus dipastikan dulu bahwa sungainya tenang. Tiberinus membantu Aenas setelah kedatangannya di Italia dari Troy yang menyarankan kepadanya untuk mencari sekutu dengan Evander Pallene dalam peperangan melawan Turnus dan sekutunya. Kedewaan sungai muncul  ke Aenas dalam sebuah mimpi yang mengatakan kepadanya bahwa dia telah tiba dirumah yang sebenarnya. Tiberinus juga menenangkan air sehingga perahu Aenas mampu mencapai kota dengan aman (Moroford, Mark, Lenardon, Robert 1971:215).  Dia dianggap sebagai salah satu dewa air terpenting dan orang selalu melarung sesajen di Sungai Tiber setiap bulan Mei. Tiberinus diperingati dengan 27 boneka jerami yang disebut Argei.
Sungai mewakili masa peralihan dari satu fase kehidupan ke fase yang lain termasuk tata cara perjalanan hingga kematian. Sungai Tiber dikutip beberapa kali oleh Dante Alighieri dalam puisi cerita panjang terkenal Divine Comedi, karya yang lebih bagus dalam sastra Italia dan salah satu karya yang terbesar dalam sastra dunia.
Pandangan imajinatif puisi tentang akhirat dipaparkan dalam pandangan dunia pertengahan seperti yang telah berkembang di Gereja Barat pada abad ke-14. Pandangan itu dibagi menjadi tiga bagian yakni; neraka, api penyucian, dan surga. Api penyucian menggambarkan pengetahuan pertengahan tentang bumi yang berbentuk bola. Dante mereferensi perbedaan bintang-bintang yang dapat dilihat di Hemisphere selatan, pengubahan posisi dunia, dan berbagi macam zona waktu bumi (Richard H., 2000). Berbeda dengan perahu Charon yang melintasi Acheron dalam Inferno, jiwa-jiwa kaum Kristen dikawal oleh Malaikat Perahu dari tempat mereka berkumpul dekat Ostia, pelabuhan laut Roma di muara Tiber melewati pilar-pilar Herkules menyeberang lautan menuju Gunung Penyucian dosa.
[...]”Selama tiga bulan ini dia telah berlayar seperti yang dingainkan orang. Karena itu di pantai laut dimana Tiber menjadi air asin, aku telah menyatu.  Tepat di belakang muara sungai dia mulai bersip-siap lagi karena orang yang tidak tenggelam dalam sungai Acheron akan selalu terkumpul di sana”[...]
Jiwa yang menuju api penyucian berkumpul di Roma di muara Sungai Tiber dan akan diantar oleh malaikat. Orang yang akan menuju neraka akan dikumpulkan di Sungai Ancheron dan diantar oleh setan. Malaikat menggunakan sayapnya dan menerbangkan kapal dengan gembira. Charon menggunakan kayuh untuk mengayuh dan kadang-kadang memukul penumpangnya dengan kayuhnya. Jiwa-jiwa yang diberkati akan bernyanyi serentak, jiwa yang dikutuk akan meratap dan memaki secara tepisah (Lindskoog,1997:10).
Penyair membayangkan bahwa jiwa-jiwa yang ditakdirkan untuk diselamatkan memperindah diri mereka sendiri di muara Sungai Tiber, menunggu untuk disambut masuk ke dalam kendi malaikat berkulit hitam dan mengirim mereka ke pulau api penyucian. Makna kiasan lokalisasi jelas yakni, sebagai penentang sungai Ancheron merupakan sungai terkutuk. Tiber, secara jelas menunjukkan keabadian kota Roma sebagai pusat agama Kristen dan sebagai sungai yang mengumpulkan jiwa-jiwa yang berdosa untuk ditakdirkan masuk dalam pembebasan abadi.
Sungai-sungai membantu menjelaskan identitas masyarakat dengan berbagai tempat karena mereka adalah lencana pemandangan karena hal itu menekankan hubungan orang-orang tertentu dengan sebuah tempat, sehingga sungai dapat berarti memisahkan dan menghubungkan. Ini merupakan tema yang penting bagi penulis dan penyair. Sungai Tiber cenderung menjadi pusat komunikasi yang penting dan dari semua itu ia memiliki peran secara emosi dan budaya hidup masyarakat Roma. Roma merupakan kota di mana semuanya saling terhubung. Jeritan para pejalan kaki berpadu dengan ketenangan gedung-gedung bersejarah. Sungai Tiber perlahan-lahan mengalir dan memisahkan. Kekunoan melawan dan menyatukan  pembaharuan dimana perbedaan budaya-budaya merupakan hal biasa. Selama berabad-abad Roma merupakan sebuah lambang keadaan manusia seperti sebuah sirene Homeric, suaranya selalu mempesonakan para penulis dan penyair dari seluruh penjuru dunia. Para penulis seperti Pirandello, Gabriele D’Annunzio, Giuseppe Ungaretti telah melihat kota abadi dan hubungannya dengan Tiber serta menginspirasi mereka. Para penulis tersebut telah mengembangkan rasa yang berbeda dan mendapatkan bentu-bentuk yang berbeda dari sungai tersebut. Melalui sejarah sastra, dari mitologi hingga awal abad 20, kota Roma dengan sungainya mengungkapkan ciri-ciri baru.
Pirandello5 melalui puisinya memperlihatkan konsep romantik akhir dari inti kedinginan. Penyair marah dan kecewa terhadap gambaran baru tentang kota abadi yang telah menjadi simbol dari korupsi dan kemerosotan, menyapu keagungannya. Dia tak dapat dihibur. Roma bukan lagi sebuah keindahan klasik dan runtuh tanpa ada perlindungan oleh orang Roma sendiri. Roma dirusak oleh para kurcaci pengkhianat yang membangun korupsi. Pirandelo ingin melihat kilauan kenangan Roma kuno dan memberantas kejahatan yakni korupsi sosial dan sipil yang mencengkeram kota.
Di tahun 1901 dia menulis Air Mata Tiber (“Pianto del Tevere”) yang inspirasinya terlahir dari banjir Tiber pada 2 Desember 1900. Banjir itu hampir berisi reruntuhan bangunan sepanjang antara Cestio dan jembatan Palatine dan air yang berlumpur meluber ke kota melewati alun-alun Pantheon.
“Tak lama lagi kau takkan bisa melihatnya, melewati kota Roma, seperti yang kulakukan, suatu hari; Tiber lewat antara pelupuk mata alami yang bergetar [...] seperti sebuah perbukitan dan dia turun dengan keadaan penuh perampokan, hingga tiap-tiap gelombang mampu mengatasi sudut-sudut batas yang menyesakkan, berlari melewati jalan-jalan bawah tanah, dia terlihat menuju Pantheon: “Apakah kamu melihat, sisa-sisa Roma kita yang kudus? Aku masih di sini: Roma memerlukan penyucian yang besar”
(Pianto del Tevere,1990)
Penyair menggunakan kata ganti “kami” karena dia merasa bagian dari kota dan “dia” merujuk pada sungai Tiber karena dia mengumpamakan sungai dengan keabadian kota. Baginya banjir merupakan pemberontakan dan pelaku utama puisi ini adalah ratapan sungai yang ingin menguasai tepi sungai untuk menutupi Roma dan kelemahannya, menghapus sebuah kota yang hanya sebuah sisa-sisa dari apa yang terjadi.
Sudut pandang yang berbeda dibangun dalam puisi6 Gabriele D’Annunzio. Roma bukan hanya sebuah kota yang antik namun ia adalah sebuah kota yang bersinar dengan berbagai hiasan berharga yang dimilikinya dan diantara hiasan-hiasan itu Sungai Tiber menyatu di dalamnya. Dia tidak peduli dengan korupsi yang ada di Roma yang membuat Pirandello khawatir tetapi dia melihat kemunduran yang sama sebagai sebuah keindahan yang agung.

“Roma bersinar di pagi hari pada bulan Mei dalam pelukan matahari, di atas jembatan muncullah arus Sungai Tiber yang bersinar, lari diantara rumah-rumah hijau, sesaat kemudian, di tanjakan muncullah kota abadi, sangat jelas terukir, seperti sebuah akropolis, di langit yang biru”
(D’Annunzio, 1889)
D’Annunzio menghubungkan keindahan Sungai Tiber dengan kemunculan luasnya Roma yang tiba-tiba. Baginya keagungan kota dengan “rasa” epos abadi karena keindahan Tiber terletak dimana sungai itu lahir, menangkap perhatian pujangga, dan menjadi bagian aktif dari kota yang bersinar.
Setiap ujung kota tersenyum padanya seperti ingin memberi salam yang terakhir bahwa pelaku utama terlihat sangat memohon dengan matanya. Pujangga membaca kota dan Roma membuka matanya sendiri bagi pujangga.
Bagi pujangga Giuseppe Ungaretti7, sungai-sungai selalu menjadi bagian utama dari puisinya, dari empat sungai dalam hidup Ungaretti, ditambah satu lagi “Tiber yang menimbulkan bencana” penonton dari semua kekejian perang tetapi juga kesadaran baru pujangga. Puisi “Sungaiku bahkan kau” merupakan puisi termasyhur dan paling relijius dimana rasa sakit pribadi Ungaretti menanamkan kekhawatiran yang begitu besar terhadap masyarakat Roma karena rasa sakit dipermalukan terhadap pengasingan (Perang Dunia Kedua) di mana pengakuan terhadap keyakinannya menjadi lebih dramatis dan tegang.
“Sungaiku, bahkan kau, “Tiber Yang Mematikan”
Ia menusuk hingga ke jantungmu
Untuk menimbun rasa sakit
Lelaki itu melimpahkannya ke dunia
[...] Hatimu adalah rumah yang dirindukan
Cinta yang tak sia-sia.
Tangisku yang sunyi tak lama lagi bukan milikku”
(Ungaretti, 947)
Dalam puisi ini, Tiber menjadi simbol jalan yang mematikan dari “ketakutan” malam. Sosok Yesus yang penting merupakan saudara laki-laki dari pujangga yang akhirnya memeluk semua kemanusiaannya. Di tahun 1916, Ungaretti menggubah sebuah puisi berjudul “Sungai-Sungai” di mana dia dapat memahami dirinya sendiri melalui sungai-sungai yang ia temui dalam perjalanan ziarahnya, dari Mesir, Perancis, hingga Italia. Tiber menjadi sebuah simbol rasa sakit bahwa cumbuan di malam hari dan memukul yang tidak bersalah disimbolkan dalam nafsu anak domba [...] sendu yang tak terhingga”. Penderitaan yang terburuk adalah pengharapan dari ketidakpastian itu sendiri dimana penderitaan yang membuat tiap pengungsi merasa tak aman. Untuk mengakui situasi ini sebagai “sungai” Ungaretti mengaku bahwa rasa sakit adalah bagian yang tak dapat dipisahkan dari pribadinya dan manusia. Secara psikologis hal ini tak cukup  untuk mendapatkan kembali rasa sakit untuk memberi rasa sakit itu sebuah rasa, tak cukup juga untuk mencatat bukti-bukti yang membuat kita tak berdaya, tak cukup juga jika rasa sakit berlanjut untuk membangkitkan rasa sakit yang lebih.

PENUTUP

Sebagai sebuah kekuatan  yang secara tetap dan berubah-ubah bagian dari pemandangan alam yang bergerak, sungai-sungai berinteraksi dengan puisi yang dinamis. Terlepas dari metafora dan ilustrasi yang menyenangkan, sebuah sungai dapat menyediakan sebuah inspirasi yang datang dengan meminum air dari mata air puitis, menjadi ciri dalam sebuah cerita puitis, atau tindakan seperti seorang penulis, mewakili sebuah kebebasan hidup bercerita dimana penulis dan pembaca ikut berpartisipasi.
Tema sungai berhak mendapatkan pengakuan terhadap semakin hilangnya sungai tiap zaman dengan hasil-hasil yang berbeda dari para pujangga yang berbeda, meminjamkan dirinya sendiri menjadi simbol yang paling berbeda dan tafsiran.
Tiap penulis telah menggunakan gambaran sungai dengan cara yang berbeda, selalu menghubungkan Sungai Tiber dengan Kota Abadi, mengakui ini sebagai jantung kota Roma. Tiber bukan hanya sebuah jalan penting dalam perdagangan di wilayah Mediterania namun juga digunakan dalam puisi dan cerita. Tiber selalu dihubungkan dengan sejarah Roma, untuk menentukan apa yang sastra dapat ceritakan kepada kita  tentang Tiber dan bagaiman sungai dapat membantu kita berfikir tentang pengembangan sastra.
Kekuatan besar sungai-sungai seperti Tiber mewakili puisi epos, tentu saja seni berpidato tak dapat dibandingkan dengan aliran sungai. Dari mitologi kuno yang menceritakan kepada kita tentang lahirnya Kota Abadi Roma dengan Romulus dan Remus yang diselamatkan oleh kedewaan Tiber. Sungai memandu kita melewati peristiwa-peristiwa epos Virgil Aenid dimana Tiberinus dianggap pater dalam hubungannya dengan kota Roma. Pandangan imajinatif Dante Alighieri tentang akhirat menggunakan Tiber sebagai sebuah tempat awal untuk penyelamatan jiwa-jiwa.
Skenario berubah dengan datangnya sastra modern abad 20 di mana Tiber diibaratkan sebuah sumber inspirasi oleh pujangga modern untuk mengekspresikan perasaan-perasan yang berbeda yang dihubungkan dengan perubahan Roma. Aliran sungai Tiber dalam puisi penulis membawa khayalan dan pemberontakan yang disebabkan oleh kejahatan kota karya  Pirandello. Kemakmuran, kekayaan, dan keduniawian karya D’Annunzio dan ekspresi berbagi rasa sakit karya Ungaretti.
Hari ini Sungai Tiber adalah sebuah jalan air indah yang  melintasi Kota Abadi, menceritakan sejarah, mitos dan puisi melalui alirannya menuju kota abadi dan ia menjadi bagiannya.
“Pesona Tiber mungkin dalam alirannya yang tak pernah putus, tetap terjalin, dalam kesehariannya, menjadi sebuah perwakilan fisik sejarah Roma, menjadi sebuah jalan yang tak berubah, jantung kota abadi. Ini adalah benar, sungai-sungai adalah sejarah kehidupan”.
(Tiziano Tiziani)




Catatan:
1 Karya tulis dalam bentuk dialog politik yang membahas organisasi politik dan institusi negara dan negara aroma
2 The Aenid adalah sebuah puisi epos latin, karya Virgil antara 29 dan 9 sebelum masehi, yang menceritakan legenda sejarah Aenas, Trojan yang bepergian menuju Italia dimana dia menjadi leluhur bangsa Roma
3  The Georgics adalah puisi karya Latin pujangga Virgil, mungkin diterbitkan abad 29 sebelum masehi dan dianggap sebagai karya utama kedua Virgil.
4 nama dimana orang Yunani mula-mula ditunjuk negeri barat
5 dia adalah dramawan, penulis, dan pujangga dianugerahi Nobel Prize untuk sastra tahun 1934. Untuk produksinya, tema-temanya berhubungan dengan inovasi cerita teater yang dianggap sebagai pendrama terbesar di abad 20
6 Dia adalah penulis, pujangga, jurnalis, dramawan, dan prajurit Italia pada Perang Dunia I. Dia menduduki tempat terkemuka dalam sastra Italia dari 1889 hingga 1910 dan kemudian kehidupan politik dari 1914 hingga 1924
7 Giuseppe Ungaretti adalah seorang pujangga modern Italia, jurnalis, penulis esai, kritikus, akademisi, dan penerima pengukuhan 1970 Neustadt International Prize untuk bidang sastra. Ketua Ermestimo, dia adalah salah satu kontributor terkemuka sastra Italia abad 20



DAFTAR PUSTAKA

Lindskoog, K . 1997. Dante's Divine Comedy: Purgatory: Journey to Joy, Part.Macon: Mercer University Press
Lindskoog, K. 1997. Dante’s Divine Comedy. Macon: Mercer University Press
Moroford, Mark and Lenardon, Robert . 1971. Classical Mythology. Oxford: Oxford University Press
Mynors P. 1969. Vergili Maronis Opera Oxford. Oxford: Oxford University Press
Pallottino, M. 1993. Origini e storia primitiva di Roma. Roma: Bompiani
Prudence, J. 2005.  Reading Rivers in Roman Literature and Culture. Lanham, MD: Lexington Books
R. F. Thomas, Reading Virgil and His Texts: Studies in Intertextuality, Ann Arbor, The University of Michigan Press, 1999, 135
 Richard H. Lansing, Barolini, T.  2000. The Dante Encyclopedia.  New York: Garland Pub
 Richard, J. A. 2000. Barrington Atlas of the Greek and Roman World: Map-By-Map Directory.  Princeton, NJ and Oxford, UK: Princeton University Press
Richard, S. Near Eastern Archaeology: A Reader.  Winona Lake, IN: Eisenbrauns


* Makalah disampaikan pada Seminar Internasional Sastra Indonesia, Banjarmasin,  6 s.d. 9 Desember 2017

MAKALAH SASTRA SUNGAI : TIBER: JANTUNG KOTA ABADI OLEH CHANTAL TROPEA (Universitas Naples L’Orientale) Terjemahan Bahasa Inggrisnya lihat di selengkapnya di sini !! 




December 10, 2017

0 comments:

Post a Comment